Rabu, 12 Oktober 2016

KITA HARI INI

KITA HARI INI
Oleh : MUHLAS (DEP. PTKP)
Di pagi yang baru kita lalui, berbagai  keinginanan dan harapan kita tuangkan dalam buku harian kita. Semua tampak indah kita jalankan di pagi itu.  Karna kita menjadi satu ikatan yaitu berteman lebih dari saudara, bersaudara tidak pura-pura, dan dunia seolah menjadi milik kita. Kita bersama-sama belajar melangkah, meratapi jalanan karna berbagai batu dan krikil mulai memperhatikan kita. Kita solid dan kita kompak karna tidak ada satupun kaki dari kita yang terkena noda. Di pagi itu kita laksana semut, rayap dan lebah. Aku pun merasa, jika seandainya kita terus seperti itu, apalagi hanya desa dunia pun akan kita taklukkan.
Sudah seperempat perjalanan kita lalui, pagi sudah mulai berlalu, sinar matahari mulai menyingsing menjemput siang yang tak kunjung datang. Kita tetap bersanding dengan harapan dan keinginan meski satu persatu sudah mulai bisa kita petik. Keyakinan mulai tumbuh, optimis semakin berkobar seperti api yang menghantam hutan di kepulauan Riau. Ide dan gagasan selalu kita coba tuangkan dalam konsep yang baru, karna kelahiran kita hari ini harus punya ciri dari mereka dan pendahulu kita yang baru menghempaskan sayapnya menuju pulau yang lebih luas. Kita juga harus punya peradaban sendiri, mengecat langit dan melukis bumi dengan tangan kita sendiri, Kita belajar untuk tidak menjadi mereka, apa lagi pendahulu kita. Dan itu sebenarnya adalah kita,
Hari sudah mulai panas karna pagi sudah mulai berganti siang. Embun, angin dan pepohonan tak lagi mengindahkan  pejalanan kita. Harapan dan keinginan yang telah kita tuangkan dalam buku harian kita seolah mulai kusut terkena debu dan sinar matahri. Apa lagi kaki kita yang mulai terkena noda, mulai tergelincir satu persatu karna licinnya jalan yang telah kita lalui dan yang akan kita lalui. Meski ada sebagian dari kita yang mencoba meniup debu-debu itu, membuka baju menutupi dari panasnya matahari dan mengulurkan tangan agar luput dari licinnya jalan .
Aku mulai bingung dengan keadaan yang seperti ini. Karna keadaan ini sedikitpun tidak pernah teragendakan. Ataukah ini memang agenda malaikat tampa sayap itu. Atau ini memang sudah agenda Tuhan. Aku sempat berfikir, seandainya aku boleh meminta kepada Tuhan. Aku meminta cukup degan pagi itu, tidak harus memberi siang jika ceritanya akan rapuh seperti ini. Karna aku ingin kisah dipagi itu bukan seperti sekarang ini. Tapi sudahlah, ayo kita menunduk saja kawan, membuka hati dan metutup telinga. Toh ini bukan dunia fiktif tapi dunia nyata, semua tidak akan pernah terulang. Kita harus bangkit meski kita punya satu tangan, satu kaki bahkan separuh jantung untuk bagaimana kita tetap bisa bernafas. Karna kita akan lebih ternilai bila kita mampu bangkit dalam keterpurukan. Meski semua tampak mengaung akan cerita kita.
Jadikanlah apa yang telah kita jalankan bagian dari sejarah manis yang akan kita kenang dikemudian hari, untuk tetap menanamkan semangat juang dalam berhimpun. Karna sejarah adalah cermin dalam kehidupan ini. Sejarah adalah mobil yang akan mengantarkan kepada tempat yang akan kita tuju. Itulah hal yang harus kita pahami baik secara tersirat atau tersurat dari keadan yang pernah kita lalui, untuk tetap menjaga ketegaran dalam ketidak sempurnaan. Seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al-qur,an, yaitu: wal tanzhur nafsun ma qoddamad lighodim; perhatikan sejarahmu untuk masa depanmu (Qs. Al-Hasyr/59: 18). Karna pemahaman atas sejarah akan menjadi lebih kokoh dan arif  dalam menghadapi persoalan seperti sekarang. Dan dengan memahami sejarah itu pula kita bisa mengevaluasi jejak langkah kita yang kusut dan memproyeksikan langkah kita agar kaki kita menapaki surga di balik jerih payah kita. Ayo kita berdiri, melihat bulan dan memetik bintang demi umat dan bangsa.

Sampang.12-Oktober-2016.




0 komentar:

Posting Komentar