KITA HARI INI
Oleh : MUHLAS (DEP. PTKP)
Di pagi yang
baru kita lalui, berbagai keinginanan
dan harapan kita tuangkan dalam buku harian kita. Semua tampak indah kita jalankan
di pagi itu. Karna kita menjadi satu
ikatan yaitu berteman lebih dari saudara, bersaudara tidak pura-pura, dan dunia seolah menjadi milik kita. Kita
bersama-sama belajar melangkah, meratapi jalanan karna berbagai batu dan
krikil mulai memperhatikan kita. Kita solid dan kita kompak karna tidak ada
satupun kaki dari kita yang terkena noda. Di pagi itu kita laksana semut, rayap
dan lebah. Aku pun merasa, jika seandainya kita terus seperti itu, apalagi
hanya desa dunia pun akan kita taklukkan.
Sudah seperempat
perjalanan kita lalui, pagi sudah mulai berlalu, sinar matahari mulai menyingsing menjemput siang yang tak kunjung datang. Kita tetap
bersanding dengan harapan dan keinginan meski satu persatu sudah mulai bisa
kita petik. Keyakinan mulai tumbuh, optimis semakin berkobar seperti api yang
menghantam hutan di kepulauan Riau. Ide dan gagasan selalu kita coba tuangkan dalam konsep
yang baru, karna kelahiran kita hari ini harus punya ciri dari mereka dan pendahulu kita yang baru menghempaskan sayapnya menuju pulau yang lebih luas.
Kita juga harus punya peradaban sendiri, mengecat langit dan melukis bumi dengan
tangan kita sendiri, Kita belajar untuk tidak menjadi mereka, apa lagi pendahulu kita. Dan itu sebenarnya adalah kita,
Hari sudah
mulai panas karna pagi sudah mulai berganti siang. Embun, angin dan pepohonan
tak lagi mengindahkan pejalanan kita.
Harapan dan keinginan yang telah kita tuangkan dalam buku harian kita seolah
mulai kusut terkena debu dan sinar matahri. Apa lagi kaki kita yang mulai
terkena noda, mulai tergelincir satu persatu karna licinnya jalan yang telah
kita lalui dan yang akan kita lalui. Meski ada sebagian dari kita yang mencoba
meniup debu-debu itu, membuka baju menutupi dari panasnya matahari dan
mengulurkan tangan agar luput dari licinnya jalan .
Aku mulai
bingung dengan keadaan yang seperti ini. Karna keadaan ini sedikitpun tidak
pernah teragendakan. Ataukah ini memang agenda malaikat tampa sayap itu. Atau
ini memang sudah agenda Tuhan. Aku sempat berfikir, seandainya aku boleh
meminta kepada Tuhan. Aku meminta cukup degan pagi itu, tidak harus memberi
siang jika ceritanya akan rapuh seperti ini. Karna aku ingin kisah dipagi itu
bukan seperti sekarang ini. Tapi sudahlah, ayo kita menunduk saja kawan,
membuka hati dan metutup telinga. Toh ini bukan dunia fiktif tapi dunia nyata,
semua tidak akan pernah terulang. Kita harus bangkit meski kita punya satu
tangan, satu kaki bahkan separuh jantung untuk bagaimana kita tetap bisa
bernafas. Karna kita akan lebih ternilai bila kita mampu bangkit dalam
keterpurukan. Meski semua tampak mengaung akan cerita kita.
Jadikanlah apa
yang telah kita jalankan bagian dari sejarah manis yang akan kita kenang dikemudian hari, untuk tetap menanamkan
semangat juang dalam berhimpun. Karna sejarah adalah cermin dalam kehidupan ini. Sejarah adalah mobil yang akan mengantarkan kepada tempat yang akan kita
tuju. Itulah hal yang harus kita pahami baik secara tersirat atau tersurat dari
keadan yang pernah kita lalui, untuk tetap menjaga ketegaran dalam ketidak
sempurnaan. Seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al-qur,an, yaitu: wal tanzhur nafsun ma qoddamad lighodim;
perhatikan sejarahmu untuk masa depanmu (Qs. Al-Hasyr/59: 18). Karna pemahaman
atas sejarah akan menjadi lebih kokoh dan arif
dalam menghadapi persoalan seperti sekarang. Dan dengan memahami sejarah
itu pula kita bisa mengevaluasi jejak langkah kita yang kusut dan memproyeksikan
langkah kita agar kaki kita menapaki surga di balik jerih payah kita. Ayo kita
berdiri, melihat bulan dan memetik bintang demi umat dan bangsa.
Sampang.12-Oktober-2016.
0 komentar:
Posting Komentar