Minggu, 23 Oktober 2016

GAUNG KOHATI NYARIS TAK TERDENGAR


GAUNG KOHATI NYARIS TAK TERDENGAR
Oleh : intang riang pertiwi
(KABID PP HMI KOMEK UNIRA)

Korps HMI-Wati (KOHATI) merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. KOHATI sendiri bersifat semi otonom dalam tubuh HMI seperti yang termaktub dalam pedoman dasar KOHATI (PDK) pasal 5, dengan tetap berpegang teguh pada konstitusi HMI. Dimana secara internal merupakan bidang pemberdayaan perempuan (PP) dan secara eksternal merupakan KOHATI. Secara historis KOHATI lahir pada tanggal 2 jumaddil akhir 1386 H bertepatan pada tanggal 17 september 1996 M pada kongres VIII di solo. Kelahiran kohati di latar belakangi oleh beberapa faktor. Pertama, faktor internal yang mengharuskan KOHATI untuk segera di bentuk adalah beberapa departemen keputrian sudah tidak sanggup menampung aspirasi dari HMI-Wati. Selain itu, kebutuhan akan kebutuhan akan keperempuanan tidak di fatilitasi dengan baik. Kedua, faktor eksternal adalah karena adanya lawan idiologi, yaitu GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia).
KOHATI merupakan bagian dari HMI yang lahir dengan semangat juang untuk memajukan perempuan indonesiak hususnya bagi HMI-Wati, Namun yang terjuadi pada kali ini sungguh sangat miris, dimana wadah khusus HMI-Wati kini sudah tidak mengimplementasikan peran dan fungsinya semaksimal mungkin, merupakan hal yang wajar jika hari ini peran dan fungsi KOHATI di pertanyakan oleh beberapa kalangan. KOHATI yang berperan sebagai pencetak dan membina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-islaman dan ke-indonesiaan, diharapkan mampu menjadi wadah yang secara konsisten berusaha menggapai cita-cita suci sesuai dengan amanat PDK, sedangkan fungsinya sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi keder HMI-Wati dalam wacana dan dinamika keperempuanan. Wadah sekaliber KOHATI tetap menjadi corong perubahan bagi HMI-Wati secara khususnya dan bagi perempuan indonesia secara umumnya.


Kawan, Marilah berkompetensi sejenak, tentang masa lalu KOHATI di era ke-emasannya, dimana KOHATI masa lalu memberikan fungsi dan perannya sebagai wadah khusus yang memberikan edukasi dan dedukasi. Selain itu, HMI-Wati telah memberikan konstribusi secara pasti dan nyata terhadap pembangunan karakter bagi perempuan indonesia. KOHATI selalu terdepan memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kemajuan perempuan indonesia, bahkan berani menyuarakan pemikiran terhadap kondisi pemerintahan yang sedang diselimuti masalah. Semangat yang mengebu-gebu untuk tetap menjaga komitmen asasi HMI, yaitu (1) mempertahankan negara republik indonesia dan mempertinggi derajat bangsa indonesia, ini yang di sebut komitmen kebangsaan, (2) menegakkandan mengembangkan ajaran islam yang di kenal sebagai wawasan ke-islaman dan keummatan.
Namun saat ini, KOHATI yang digadang-gadang akan membawa perubahan besar terhadap perempuan indonesia, malah tak ayal hanya sebagai penonton setia terhadap beberapa perlakuan yang tidak lazim dilakukan dan dipraktekkan di bumi pertiwi yang menjunjung tinggi 4 pilar kebangsaan (NKRI, UUD 1945, PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA). Hal ini terlihat jelas dengan minimnya perubahan kebijakan yang lahir dari pemikiran-pemikiran KOHATI. Isu isu keperempuanan akhir-akhir ini kian santer terjadi, tapi sama sekali tidak tersentuh. Bahkan Gaung KOHATI yaris tak terdengar. Tidak nampak seperti KOHATI pada masa lampau yang lantang membela hak kaum perempuan, tegas mengutuk para oknum pejabat yang mendiskreditkan kaum menoritas. Mungkinkah KOHATI pada saat ini mengalami Sindrom Konservatisme, artinya apa yang besar dimasa lalu seolah menjadi fakta tentang kualitas KOHATI dimasa kini yang jumawa dan semakin berbesar kepala. Bagaimana mereka akan melakukan perubahan di tingkat nasional, jika melakukan perubahan di tingkat grassroot saja tidak mampu dan cenderung setengah aktif berproses dan mengabdi di HMI. Sampai kapan KOHATI akan terus menerus berjalan ditempat?. Saat ini bisa dikatakan, “antara ada dan tiada”. KOHATI pada masa kini belum bisa memberikan sumbangsih nyata untuk kemajuan perempuan indonesia dan tentunya untuk bangsa indonesia. KOHATI yang seharusnya menjadi kader pembaharu, malah menjadi kader pengekor. KOHATI  saat ini seperti terbawa arus, banyak yang menuntut kesetaraan gender, dan tidak  sedikit yang menolaknya, padahal pada kenyataanya mereka masih terjebak di tempat yang sama. Mereka menafsirkan bebas adalah bebas yang sebebas-bebasnya, mereka tidak paham atau memang menutup hati untuk menerima pemahaman akan kebebasan dari perempuan. KOHATI masa kini lebih kepada materialitas bukan pada pengabdian dan memberikan manfaat untuk masyarakat sehingga ruang yang diberikan HMI-Wati untuk mengaktualisasikan ide, gagasan dan pemikirannya tersia-siakan. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang cukup kompleks di tubuh HMI yang harus segera diselesaikan.
KOHATI yang sudah genap berusia 50 tahun, usia yang tak lagi muda, bisa dikatakan sudah pernah merasakan asam garam manis pahitnya kehidupan ber-organisasi dibumi pertiwi ini. maka sudah semestinya KOHATI dapat menuntaskan permasalahan-permasalahan yang tidak kunjung ada titik temunya. Permasalahannya kini bukan lagi pada budaya patriarki, karena secar keseluruhan indonesia memberikan pada kaum perempuan. Bahkan dalam bidang politik, sudah terdapat apresiasi terhadap perjuangan perempuan dengan affirmative action 30% berdasarkan UU No. 8 Tahun 2012. Tapi ternyata hal tersebut kurang dimaksimalkan oleh perempuan itu sendiri sehingga tidak mencapai target yang sudah ditentukan. “Orang Terhormat Tidak Akan Menimpakan Kesalahan Pada Orang Lain” lagi pula petani tidak menyalahkan tanah yang tidak subur dan seorang musisi tidak menyalahkan alat musiknya. Masalah sebenarnya ada pada pemiliknya, tidak bergantung pada bendanya. Maksudnya, HMI-Wati sudah jelas-jelas diberikan ruang berproses akan tetapi HMI-Wati tidak mempunyai ghiroh dalam berproses di KOHATI. Sehingga kualitas intergritas dan keintelektualan serta daya kritis kader HMI-Wati mulai menurun bahkan luntur.
Kami selaku kader HMI yang dilahirkan dari rahim HMI KOMEK UNIRA (sebutan populer dari HMI KOMISARIAT EKONOMI UNIRA yang bertempat di terminal Ronggosukowati Kabupaten Pamekasan Madura), merasa kecewa dengan keadaan HMI-Wati saat ini, tidak konsistennya dan tidak masifnya progresifitas kader KOHATI dalam melakukan gerakan menjadi penyebab lunturnya sebuah perjuangan. Gerakan kader KOHATI untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi kader HMI-Wati dalam wacana dan dinamika keperempuanan terlihat stagnan. Kini HMI-Wati mengalami pengikisan dari segi kualitas maupun kuantitas kader yang aktif berhimpun di tubuh HMI. inilah realitas yang dapat dilihat di komisariat-komisariat, khususnya komisariat yang berada dibawah naungan HMI Cabang pamekasan. bahkan sekretariat yang seharusnya menjadi wadah pertama dalam proses kaderisasi malah hanya di pergunakan untuk tempat makan dan tidur saja, tak ubahnya hotel prodeo. Berbagai training yang di ikuti terkesan hanya kewajiban yang disepelekan esensi formalnya, dilalui sebagai penuntasan tanggung jawab yang di iringi candaan dengan mengatasnamakan kebersamaan, tanpa memikirkan bagaimana membentuk profil kader yang baik dan benar. terlalu banyak kader bahkan pengurus yang tidak memahami konstitusi HMI dan PDK KOHATI, Bukankah sangat menggelikan, Bagaimana kita akan menjalankan peran dan fungsinya jika kebenaran konstitusi HMI dan PDK KOHATI tidak ubahnya tumpukan koran yang kusut tak ternilai. Hal ini tentu menjadi PR tersendiri bagi para pengurus KOHATI HMI Cabang pamekasan lebih-lebih bagi Pengurus HMI Cabang Pamekasan selaku institusi tertinggi HMI di tingkat kabupaten/kota. Jika kondisi komisariat sedemikian parah maka terlalu parah rasanya jika mereka (KOHATI HMI CABANG PAMEKASAN) tidak menyadari keadaan KOHATI yang semakin hari semakin memprihatikan, Maka Pengurus KOHATI HMI Cabang Pamekasan perlu melakukan terobosan-terobosan dan memberikan racikan pemikiran yang special guna menyelematkan KOHATI dari berbagai belenggu permasalahan, sehingga kader KOHATI bisa bahagia dan tentunya berbanding lurus dengan kebahagiaan HMI wabil khusus KOHATI sesuai lagu Hymne HMI.
#BAHAGIA HMI
#JAYALAH KOHATI
#SavePerkaderan

#HMIKOMEKUNIRA

Rabu, 12 Oktober 2016

KITA HARI INI

KITA HARI INI
Oleh : MUHLAS (DEP. PTKP)
Di pagi yang baru kita lalui, berbagai  keinginanan dan harapan kita tuangkan dalam buku harian kita. Semua tampak indah kita jalankan di pagi itu.  Karna kita menjadi satu ikatan yaitu berteman lebih dari saudara, bersaudara tidak pura-pura, dan dunia seolah menjadi milik kita. Kita bersama-sama belajar melangkah, meratapi jalanan karna berbagai batu dan krikil mulai memperhatikan kita. Kita solid dan kita kompak karna tidak ada satupun kaki dari kita yang terkena noda. Di pagi itu kita laksana semut, rayap dan lebah. Aku pun merasa, jika seandainya kita terus seperti itu, apalagi hanya desa dunia pun akan kita taklukkan.
Sudah seperempat perjalanan kita lalui, pagi sudah mulai berlalu, sinar matahari mulai menyingsing menjemput siang yang tak kunjung datang. Kita tetap bersanding dengan harapan dan keinginan meski satu persatu sudah mulai bisa kita petik. Keyakinan mulai tumbuh, optimis semakin berkobar seperti api yang menghantam hutan di kepulauan Riau. Ide dan gagasan selalu kita coba tuangkan dalam konsep yang baru, karna kelahiran kita hari ini harus punya ciri dari mereka dan pendahulu kita yang baru menghempaskan sayapnya menuju pulau yang lebih luas. Kita juga harus punya peradaban sendiri, mengecat langit dan melukis bumi dengan tangan kita sendiri, Kita belajar untuk tidak menjadi mereka, apa lagi pendahulu kita. Dan itu sebenarnya adalah kita,
Hari sudah mulai panas karna pagi sudah mulai berganti siang. Embun, angin dan pepohonan tak lagi mengindahkan  pejalanan kita. Harapan dan keinginan yang telah kita tuangkan dalam buku harian kita seolah mulai kusut terkena debu dan sinar matahri. Apa lagi kaki kita yang mulai terkena noda, mulai tergelincir satu persatu karna licinnya jalan yang telah kita lalui dan yang akan kita lalui. Meski ada sebagian dari kita yang mencoba meniup debu-debu itu, membuka baju menutupi dari panasnya matahari dan mengulurkan tangan agar luput dari licinnya jalan .
Aku mulai bingung dengan keadaan yang seperti ini. Karna keadaan ini sedikitpun tidak pernah teragendakan. Ataukah ini memang agenda malaikat tampa sayap itu. Atau ini memang sudah agenda Tuhan. Aku sempat berfikir, seandainya aku boleh meminta kepada Tuhan. Aku meminta cukup degan pagi itu, tidak harus memberi siang jika ceritanya akan rapuh seperti ini. Karna aku ingin kisah dipagi itu bukan seperti sekarang ini. Tapi sudahlah, ayo kita menunduk saja kawan, membuka hati dan metutup telinga. Toh ini bukan dunia fiktif tapi dunia nyata, semua tidak akan pernah terulang. Kita harus bangkit meski kita punya satu tangan, satu kaki bahkan separuh jantung untuk bagaimana kita tetap bisa bernafas. Karna kita akan lebih ternilai bila kita mampu bangkit dalam keterpurukan. Meski semua tampak mengaung akan cerita kita.
Jadikanlah apa yang telah kita jalankan bagian dari sejarah manis yang akan kita kenang dikemudian hari, untuk tetap menanamkan semangat juang dalam berhimpun. Karna sejarah adalah cermin dalam kehidupan ini. Sejarah adalah mobil yang akan mengantarkan kepada tempat yang akan kita tuju. Itulah hal yang harus kita pahami baik secara tersirat atau tersurat dari keadan yang pernah kita lalui, untuk tetap menjaga ketegaran dalam ketidak sempurnaan. Seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al-qur,an, yaitu: wal tanzhur nafsun ma qoddamad lighodim; perhatikan sejarahmu untuk masa depanmu (Qs. Al-Hasyr/59: 18). Karna pemahaman atas sejarah akan menjadi lebih kokoh dan arif  dalam menghadapi persoalan seperti sekarang. Dan dengan memahami sejarah itu pula kita bisa mengevaluasi jejak langkah kita yang kusut dan memproyeksikan langkah kita agar kaki kita menapaki surga di balik jerih payah kita. Ayo kita berdiri, melihat bulan dan memetik bintang demi umat dan bangsa.

Sampang.12-Oktober-2016.