Minggu, 15 Mei 2016

CORETAN-CORETAN DUNGU





CORETAN-CORETAN DUNGU
Karya : Aku
Edisi 1
Sumenep, Jumat 27 Mei 2011, 06:00 wib.
Matahari yang baru beberapa detik membuka matanya, memperlihatkan sinar kuning kusam menerobos tirai-tirai dan bilik kubukku, laksana air yang mengalir deras pada lembah curam nan menakutkan.
Akupun juga baru membuka mata yang terlelap dalam hitungan detik saja, terlelap oleh bayang-bayang semu yang tak pernah lelah menghantui, sebuah bayangan yang aku harap akan menjadi nyata tapi tak kunjung tiba, sesosok perempuan mungil dan manis yang tak aku ketahui lagi tentang keberadaannya, perempuan yang menjadi sebab atas akibat ketidak perdulianku dalam menata hidup demi impian masa depan yang lebih cerah, perempuan yang terkadang membuatku kuat kadang pula membuatku lemah dan terkadang pula membuatku lapuh dan rapuh, seperti belalang-belalang kecil yang terhempas angin dipertengahan musim kemarau, terpental dan terseok-seok,
“Pagi yang sendu berselimut awan sedikit pekat”, gumamku
Sembari membereskan lembaran-lembaran kertas yang tak sempat aku rapikan sebelum aku terlelap tidur.
Seperti biasanya, aku awali pagiku dengan mencicipi kopi panas buatan ibu, aku reguk beberapa kali sebelum aku menikmati satu batang rokok yang membuatku sedikit lebih tenang meskipun pada dasarnya hati tidak sedang ingin berdamai.
diwaktu yang bersamaan, teman dekat sekalgus tetangga menghampiriku.
“Woy masih pagi sudah bengong”. Sentak Umar mengagetkanku.
“Gimana katanya kamu sudah diterima di perguruan tinggi, kapan kamu akan kuliah?” Umar melanjutkan sapaanya dengan bertanya tentang studiku.
“Minggu depan sudah ORDIK (orientasi pendidikan)”. jawabku singkat,
sembari menikmati setiap hisapan yang menghasilkan asap putih bertebaran di depan mata, sesekali ku reguk dengan kopi hitam yang ada di tengah-tengah antara aku dan umar. Setidaknya aku selalu berusaha untuk berkontribusi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional meskipun sekedar membeli dan menghabiskan produk rokok dalam negeri yang tentunya dikenakan wajib pajak.
“Wow hebat, sebentar lagi kamu akan jadi anak kampus yah, semoga kamu bisa memulai hidup barumu disana, melupakan mantanmu dan melupakan masa lalumu itu”. Tangkas umar,
Aku terdiam mendengar perkataan umar, aku mulai ingat tentang semuanya. Tentang masa lalu yang mengeksploitasi fikiranku, bayang-bayang yang masih saja datang di sela-sela waktu membuat aku semakin rapuh, entah sampai kapan akupun tidak tahu.
“Ingat, hidupmu tidak akan berhenti sampai disini, perjalanan masih panjang, masih terlalu banyak hal-hal yang perlu kamu lakukan, karna hidup ini masih koma (,) belum titik (.)” saran umar,
Lagi-lagi aku terdiam mendengar  perkataan umar, seorang teman dekat yang tak henti-hentinya memberikan saran dan motivasi supaya aku bisa menjalani sebuah kehidupan yang lebih baik.
Aku yang sampai detik ini masih kebingungan menginterpretasikan makna sebuah kehidupan di dalam pusaran globalisasi dan modernisasi, sebuah ketakutan tentang esensi kehidupan yang dihasilkan dari kontemplasi panjang yang cukup pelik untuk ditafsirkan dan tidak sembarang orang bisa mengerti apa lagi memahami, hidup yang termaktub dalam takdir tuhan sejatinya bisa dirubah oleh semua insan yakni dengan berusaha dan berikhtiar. Tapi hal itu tidak dengan hidupku.
#Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar